Nasionalisme
Nasionalisme
Terobosan nasionalisme yang semakin jelas titik terangnya sebagai media pembentuk kesadaran sebagai sebuah bangsa adalah tulisan Soekarno dalam pengadilan Belanda yang berjudul Indonesia Menggugat. Artikel ini menguraikan dengan jelas dampak buruk dari praktek kolonialisme terhadap kehidupan rakyat indonesia, dan menguras kekayaan alam indonesia. Ada seruan untuk membangun persatuan nasional untuk melawan penjajah, dan mobilisasi-mobilisasi umum untuk melawan kesewenang-wenangan penjajah. Gagasan nasional ini semakin menemukan akar persatuannya -- tanpa dipaksakan dengan penyelenggaraan sumpah pemuda pada tahun 1928 yang melibatkan pemuda-pemudi, mahasiswa,dan pelajar dari semua kepulauan.
Kontra-Revolusi dan Matinya Nasionalisme Sejati
Nasionalisme Indonesia yang dirintis oleh Tirto Adhisuryo, di kuatkan oleh soekarno, dan disebarkan dan di budayakan secara massif oleh organisasi sosial dan partai politik sejak 1920-an hingga 1960-an diinterupsi dan dihancurkan sampai berkeping-keping oleh kontra –revolusi tahun 1965. Soekarno berhasil mengarahkan pemimpin lokal/kepulauan untuk menerima persatuan nasional dengan jalan damai dan kesadaran sejati untuk melawan penjajahan belanda dan ancaman neo-kolonialisme. Lihat saja, bagaimana orang Aceh (yang sekarang membentuk Gerakan Aceh Merdeka) mau mengumpulkan emas dan kekayaan mereka untuk membeli sebuah pesawat pertama indonesia. Dalam membangun internasionalismenya, Soekarno memperkenalkan konsep ekonomi setara dan tidak ada eksploitasi dengan mengajak negara-negara Asia-Afrika, menolak kerjasama dengan blok imperialis dan lembaga bantuan moneternya karena cenderung ingin merampok negara miskin—baru merdeka.
Namun, naiknya rejim orde baru telah meluluhlantakkan bangunan nasionalisme sejati tersebut. Soeharto lansung membuka pintu ekonomi indonesia seluas-luasnya bagi kemakmuran korporasi dan negara-negara imperialis. Selama 32 tahun, soeharto telah sukses menjadikan indonesia betul-betul bangsa kuli, yang tunduk dan membebek pada tuntutan dan kehendak pemilik modal. Soeharto menghilangkan gagasan nasionalisme soekarno dan hanya mencomot istilahnya saja sedangkan dalam praktek sungguh sangat berbeda. Nasionalisme soeharto adalah Nasionalisme chauvinis, yang mengukuhkan kediktatoran militer terhadap kekuatan sipil. Dengan menggunakan tameng stabilitas politik guna menopang stabilitas ekonomi sebenarnya soeharto sedang mengibuli rakyat; “ silahkan rakyat diam, jangan menuntut macam-macam agar tidak mengganggu stabilitas perampokan oleh kroni soeharto. Dokrin stabilitas politik dan faham nasionalisme integralistik menjadi faham Orde baru untuk menumpas semua kekuatan oposisi dan perlawanan lokal dengan istilah separatisme. Faham negara integralistik adalah faham yang diperkenalkan oleh Mr. Soepomo untuk menjelaskan konsep nasionalisme indonesia yang diambil dari tradisi kuno masyarakat Jawa. Faham integralistik ini mengandaikan bangsa indonesia ini sebagai satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Dalam adat masyarakat tradisional jawa, Ayah adalah kepala keluarga, sedangkan Ibu yang mengurusi domestiknya, dan anak harus patuh pada kedua orang tuanya.
Gerakan Aceh Merdeka(GAM), Organisasi Papua Merdeka(OPM), dan Republik Maluku Selatan (RMS), ataupun Organisasi Tanpa Bentuk (OTB), Gerakan Pengacau Keamanan(GPK) adalah label-label makna/discourse yang dibangun orde baru untuk menghilangkan ruang bagi kemunculan oposisi. Nasionalisme orde baru sekedar di tafsirkan untuk stabilitas kekuasaan, dan untuk itu orde baru telah menhalalka jalan kekerasan militer. Berbagai rentetan pelanggaran HAM di masa Orde Baru adalah bukti nyata bagaimana orde baru gagal meraih dukungan dari mayoritas rakyat, dan kepulauan ini untuk menegakkan kekuasaannya.
Nasionalisme Kini: Berwajah Ganda
Di bawah pemerintahan SBY-Kalla, dilema nasionalisme semakin mendapat tempat dalam kolom-kolom surat kabar, polemik-artikel, dan bahkan dalam mobilisasi massa. Ada hal yang menarik ketika sejumlah jenderal dan mantan petinggi militer mendeklarasikan blok politik, mengkritisi orinetasi pemerintahan SBY-Kalla yang semakin condong pada budak/antek asing. Kosakata “Imperialisme” setelah sekian lama di kuburkan dalam kosakata ilmiah bahasa indonesia, kembali mendapat tempat dan menemukan ruangnya kembali dalam mobilisasi politik, dan perdebatan intelektual.
Ada yang sangat lucu, saat SBY dan segenap politisi partai di negeri ini mengangkat panji-panji nasionalisme untuk mengutuk tindakan pengibaran bendera RMS, pengibaran bendera bintang kejora, dan penggunaan lambang GAM sebagai tandagambar Parpol Lokal di Aceh. Dalam kesempatan yang lain SBY merendahkan martabat bangsa ini ketika bertemu Bush, atau perwakilan pengusaha dari negara-negara maju. Bahkan SBY mensahkan UU penanaman Modal, dan berbagai perangkat kebijakan dan perjanjian dengan negara lain yang sangat merendahkan martabat kita. Kenapa SBY tidak bereaksi---bersama politisi parpol di negeri ini—ketika militer singapura dan persenjataannya bebas melakukan latihan militer di perairan Indonesia. Dimana martabat SBY-Kalla sebenarnya?
Nasionalisme bagi SBY-Kalla, hanyalah manuver politik. Sebuah alat efektif untuk menghindari persoalan krisis ekonomi dan menaikkan popularitasnya. Tetapi, mestinya kita juga harus tahu bahwa SBY (yang eks tentara itu) sangat tunduk dan patuh dengan kehendak dan kepentingan pemodal asing di Indonesia.
Oleh Administrator
Tidak ada komentar:
Posting Komentar